Kisah Sang Buddha dalam Jami Al-Tawarikh

Di istana Gazan Khan (1271 - 1304 M), terdapat seorang yang sangat terkenal bernama Rashid al-Din. Lahir di Hamadan pada tahun 1247 M, ia datang ke Tabriz sebagai tabib kerajaan. Pada tahun 1298 ia beralih keyakinan dari Yudaisme ke Islam dan ditunjuk menjadi sejarawan kerajaan.

Pada tahun 1304, Uljaytu Khan memerinathakan Rashid al-Din untuk membuat sejarah dunia mulai dari Adam berserta bangsa Tiongkok dan India. Pada tahun 1307, Rashid al Din berhasil menyelesaikan kitab sejarah tersebut dengan bantuan staf pelajar yang sangat banyak, ahli kaligrafi dan artsi-artis untuk menghasilkan Jami al Tavarikh di skriptoriumnya.

Fragmen Jami al Tawarikh di aman terdapat lukisan kisah hidup Buddha berhasil dieselsaikan pada tahun 1314 M. Ditulis dalam bahasa Arab, Jami juga mencakup sejarah Muhammad, Caliphate, Tiongkok, Hind, Sind, Frank dan Yahudi. Hanya versi tahun 1314 M yang mencakup sejarah India di aman kisah hidup sang Buddha dikisahkan dan menjadi judul dari 21 bab buku dengan nama “Riwayat dan Ajaran Sang Buddha”.

Rashid al-Din berkata bahwa sumber riwayat hidup Buddha ini adalah dari Bhiksu Buddhis dari Kashmir bernama Kamalashri. Kamalashri juga mendeskrispikan penyebaran agama Buddha di dunia serta membahas agama-agama non-Buddhis di India, agama Buddha di Ceylon dan Tiongkok serta Arabia. Bhiksu Kamalashri menulis:

“sebelum diterimanya agama Islam oleh penduduk Mekah dan Medina, semuanya adalah Buddhis dan di dalam Kabah mereka memuja rupang mirip Buddha, di mana Muhammad memerinathkannya untuk dihancurkan.”

Kamlashri dan Rashid al-Din menerjemahkan kata-kata Buddhis India ke dalam konteks Muslim. Para Buddha dan Deva tingka tinggi seperti Siva dan Vishnu, digambarkan sebagai nabi, dewa-dewa yang lebih rendah sebagai malaikat, asura sebagai iblis, Mara dipanggil dengan nama Iblis atau Shaitan (Satan).

Pertama dari 3 ilustrasi Sang Buddha dalam Manuskrip 1314 adalah ilustasi Sang Buddha memberikan buah pada Shaitan yaitu Mara. Kisah tersebut dikisahkan dalam Jami al-Tawarikh sebagai berikut:

“Ketika sudah diketahui umum bahwa Sakyamuni telah meninggalkan tempat pertapaan penyiksaan dirinya dan kembali untuk menerima makanan, seorang gadis yang membawa banyak sekali sapi perah menyaipakn sebuah makanan berupa susu dari 100 sapi perah, nasi dan gula, dengan tujuan untuk menjadi yang pertama memberikan makanan pada Sakyamuni. Semua teman gadis itu juga melakukan hal yang sama. Sakyamuni tampak menikmati semua makanan mereka, namun sebenarnya, Ia juga memberikan makanan tersebut pada yang lainnya yaitu pada Iblis / Shaitan untuk makanannya. Ketika sekelompok Murid dan Pir (pengikut) melihat ia [Sakyamuni] makan, maka mereka meninggalkan-Nya. Sebagai akibatnya, Sakyamuni melempar mangkok yang ia gunakan untuk makan ke Sungai Gangga dan mengatakan sebuah harapan, jika ia ditakdirkan untuk menjadi pemimpin masyarakat, maka mangkok tersebut akan muncul mengambang di permukaan air.”

Gadis yang memberikan susu adalah Sujata, dan tampaknya ada penggabungan kisah ketika Sang Bodhisattva digoda Mara dengan pemberian makanan oleh Sujata. Pakaian Sakyamuni juga digambarkan bukan dengan jubah seorang petapa India atau Asia Tengah, namun dengan jubah Muslim Arab.

Ilustrasi selanjutnya dalam catatan sejarah Rashid al-Din adalah Hutan Jetavana. Ilustrasi ini menggambarkan di mana Sakyamuni membabarkan tanda-tanda di masa depan ketika Maitreya menjadi Buddha di Hutan Jetavana, dalam pembabaran ini, Sang Buddha ditemani oleh 1350 pengikut. Teks tersebut adalah sebagai berikut:

“Dan di sana terdapat sebuah kota dengan nama Ketumati, tempat di mana mereka yang bajik dan bersifat mulia berada, dengan keistimewaan yaitu apapun yang manusia inginkan dapat ditemukan di sana. Balkon rumah-rumah akan dibangun dengan tujuh permata dan tingginya setengah league, penuh dengan taman bunga dengan air mancur di mana burung air berkumpul. Kota-kota akan dikelilingi parit yang dalam dan di sekelilingnya terdapat tujuh baris pohon berwarna dihiasi dengan empat permata. Di ata pohon-pohon akan dihiasi dengan lonceng besar dan kecil, di mana dari sana muncul musik yang enak didengar, mereka yang bersedih dan berduka akan menemukan hidup baru dan kebahagiaan yang tak terbatas.”

Teks tersebut juga menjelaskan raja di kota tersebut, pasukannya, hartanya. Kemudian kisah kelahiran Maitreya, taman-taman yang ada di sana.

Lukisan ketiga dalam Jami al Tawarikh adalah bangunan kubah di Kushinagara tempat Sang Buddha Parinirvana, berdasarkan catatan Kamalashri.

“Di Hindustan terdapat kota bernama Kushinagara, di mana penghuninya terkenal akan keberaniannya. Mendengar bahwa Sakyamuni hendak datang ke kota mereka, para penduduk Kushinagara memutuskan untuk menaikkan gunung yang kemudian menutup jalan masuk ke kota. Tetapi Sakyamuni dengan ajaib hadir di kota tersebut, datang dari angkasa tanpa melewati pegunungan. Setelah beberapa waktu, akhir hidupnya tiba dan perahu keberadaanya tenggelam dalam ombak badai. Dan di dalam kota tersebut muncul bangunan besar berkubah yang terbuat dari kristal. Sakyamuni masuk ke dalam bangunan kubah tersebut dan tdur di sana layaknya singa. Dari luar oprang-orang dapat melihat-Nya karena kristal tersebut transparan. Namun tidak ada jalan masuk dan gerbang-gerbang yang pada awalnya terbuka sekarang menutup. Dan tiba-tiba dapat dilihat cahaya memancar dalam wujud sebuah pilar muncul naik dari puncak kubah.”

Catatan ini berbeda dengan catatan Buddhis di mana Sang Buddha Parinirvana di antara 2 pohon sala, bukan di bangunan kubah kristal. Bangunan kubah tersebut digambarkan dalam wujud bangunan Persia dan Seljuq.

Untuk ilustrasi selanjutnya, maka kita harus melihat Majma al Tawarikh (abad 15 M) yaitu Koleksi kronologi, ditulis oleh Hafiz-I Abru di Heart. Di sana Shahrukh, putra Timur, mendirikan istana untuk menghidupkan kembali kejayaan seperti pada masa Gazan Khan dan Uljaytu. Shahrukh memerintahkan Hafiz-I Anru untuk menulis sejarah dari Adam sampai pada masanya sendiri. Hafiz-I Abru kemudian mengkopi Jami al Tawarikh dan 4 halaman Majma al Tawarikh mengisahkan tentang Sakyamuni.

Lukisan yang paling awal dalam Majma al Tawarikh adalah lukisan kelahiran Sakyamuni. Teks di bagian ini mengisahkan mimpi Mahamaya, ibu Buddhha, di aman ia memakan matahari dan bulan serta meminum laut dan menjadikan gunung Qaf sebagai bantalnya. “interpretasi mimpi tersebut bahwa ia akan melahirkan seorang raja atau Buddha.” Kewmudian ia pergi ke taman di luar kota Mahabodhi. Dengan memegang dahan pohon dengan tangan kanannya, ia berteduh di bawah pohon dan berdiri, kemudian melahirkan seorang anak laki-laki.

Di sini ada perbedaan dengan catatan India. Perbedaanya adalah pada mimpi Mahamaya dan tempat kelahiran Sang Bodhisattva sebenarnya adalah Lumbini, bukan taman dekat Mahabodhi. Mahamaya dalam lukisan ini digambarkan menggunakan jilbab seperti layaknya wanita-wanita Muslim pada umumnya.

Lukisan kedua dalam Majma al Tawarikh adalah pertemuan Sakyamuni dengan seorang Brahmana.

“Sakyamuni, yang dikenal oleh sang brahmana sebagai Bhiksu Gautama, ditemani dengan para pengikutnya, menemui petapa Vasishta yang menjalani hidup pertapaan keras, yang makan hanya sekali dalam 72 hari. Atas pertanyaan Sakyamuni tentang keadaan fisik dan kemunduran fisiknya, Vasishta menjawab bahwa ini dikarenakan karena praktek pertapaan kerasnya di mana ia berjuang untuk mendapatkan Surga sebagai hadiahnya. Maka sebagai akibatnya, Sakyamuni memberikan ajaran kepadanya bahwa pantangan yang sangat keras dalam praktek pertapaan tidak dapat membawanya kepada akhir yang sesungguhnya, karena hanya akan menimbulkan rasa marah dan benci. Kemudian Vasishta memohon untuk ditunjukkan jalan yang benar.”

Lukisan terakhir adalah mengisahkan tentang Parinirvana Sang Buddha, sama dengan catatan Jami al Tawarikh. Namun di sini dijelaskan bahwa Sakyamuni muncul di hadapan orang-orang dari surga, 3 hari setelah kematian-Nya (Parinirvana-Nya). Orang-orang di bumi (alam manusia) dapat melihat Sang Buddha di surga. Sangat mirip dengan kisah kebangkitan Yesus. Namun ini bukanlah karena pengaruh Kristiani, namun lebih karena pengaruh kisah dalam satu sutra yang mengisahkan bahwa Sang Buddha bangkit kembali dari kematian untuk memberikan pembabaran Dharma yang terakhir pada ibunya.

Kisah Sang Buddha digambarkan dengan indah dan halus di dunia Muslim. Ini menunjukkan bahwa beberapa umat Islam memang menghormati Sang Buddha.

Buddhis Mongol dan Islam

Pada abad ke-13 M, Kubilai Khan memeluk keyakinan Buddhis Vajrayana tradisi Sakyapa. Ia menjadikan umat Muslim di Asia Tengah sebagai penagih pajak. Pada waktu permulaan, Kubilai Khan mengizinkan agama Islam dan umat Muslim untuk menjalankan semua kegiatan agama mereka. Namun karena sepupun yang juga musuhnya, Khaidu, yang merupakan seorang Muslim, maka Kubilai Khan memberikan perintah untuk melarang para Muslim. Pada tahun 1280 M, ia melarang metode halal dalam penyembelihan agar selaras dengan kode hukum jasagh dari Genghis Khan, yang melarang untuk mengotori tanah dengan darah binatang yang disembelih. Ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan keyakinan Buddhis, tetapi hanya merupakan tradisi bangsa Mongol yang sudah ada sebelum agama Buddha masuk.

Pada periode Ilkhanate, di aman bangsa Mongol menguasai Iran pada abad ke-13 M, para Khan Mongol mempraktekkan dan menyebarkan agama Buddha aliran Vajrayana Tibetan di sana. Sa’d al-Daula, menteri dari Arghun Khan menyarankan agara beberapa aspek Islam untuk dimasukkan ke dalam peraturan kerajaan khan. Ia juga menyarankan agara Genghis Khan danketurunannya diakui sebagai nabi-nabi, seperti silsilah imam Shia dan Arghun Khan mengiktui contoh Muhammad yaitu mendirikan Negara Buddhis universal dan mengubah Kabah menjadi Vihara Buddhis. Meskipun Khan menyatakan agama Buddha sebagai agama Negara dan mengundang banyak bhiksu dari Kashmir dan Tibet ke dalam pemerintahannya, ia tidak menerima saran yang lain dari menterinya tersebut.

Penguasa Ilkhanate selanjutanya, Ghazan Khan, berubah memeluk keyakinan menjadi umat Muslim, segera setelah ia naik tahta, tepatnya pada tahun 1295 M. Ghazan Khan dibuat yakin akan agama Islam oleh jenderalnya yang seorang Muslim bernama Nauruz. Titah pertamanya adalah untuk menghancurkan semua geraja , sinagoga dan vihara-vihara Buddhis di Tabriz, Baghdad dan seluruh daerah kekuasaannya. Banyak dari para Buddhis yang memeluk Islam karena ini dan yang lainnya melarikan diri ke Asia Tengah (Kashmir), Tiongkok dan Tibet. Sungguh ironis, karena sebelum Ghazan memeluk islam, ia telah membangun vihara-vihara Buddhis di Khurasan. Ia mengundang Bhiksu Bakshi kamalashri untuk membanntu Rashid al-Din dalam menulis Jami’ al-Tawarikh.Seperti al-Kermani dan al-Biruni, Rashid al-Din menjelaskan agama Buddha dengan istilah Muslim. Ia memasukkan Buddha sebagai daftar pendiri agama yang diterima sebagai nabi di Negara India. Tiga theistik – Siva, Vishnu dan Brahma dan tiga non-theistik – Arhanta untuk jain, Nastika untuk Charvaka dan Shakyamuni untuk agama Buddha. Ia juga menyebutkan tentang enam alam kehidupan, hukum karma dan para dewa dianggap sebagai malaikat.

Rashid-al Din juga melaporkan bahwa pada masanya, 11 teks Buddhis dalam terjemahan bahasa Arab beredar di Iran. Di antaranya adalah Sukhavativyuha Sutra, Karandavyuha Sutra, dan Maitreyavyakarana. Kemudian muncul juga Majma al Tawarikh pada masa Dinasti Timurid di Samarkand.

Dalam Sejarah Agama Buddha di India (rGya-gar chos-‘byung) yang ditulis oleh Taranatha ( abad 17 M), sang penulis menjelaskan tetang penghancuran vihara-vihara Buddhis di India Utara oleh pasukan Muslim Turki Guzz pada waktu Dinasti Ghurid (abad 13 M). Namun Taranatha tidak menjelaskan apa-apa tentang keyakinan Islam itu sendiri.

Novelis Injannashi berkebangsaan Mongolia, pada abad 19 M, menulis Kronologi Biru (Köke sudar), ia mengatakan bahwa agama Islam dan agama Buddha sama-sama mengajarkan “kebaikan”. Sebagai contoh, para penjagal Muslim dan Buddhis sama-sama menyembelih binatang dengan doa agar mereka terlahir di surga. Dalam hal ini, umat Buddhis melakukannya dengan terpaksa dan berdoa agar binatang tersebut dapat terlahir kembali di alam bahagia dengan mantra: “Om Abhirakay Cara Hum”.
sumber klik

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • Twitter
  • RSS

0 Response to "Kisah Sang Buddha dalam Jami Al-Tawarikh"

Posting Komentar